Mohon Maaf Kepada Seluruh Pembaca, Karena Kesibukan Admin Blog Ini Jadi Jarang Update. Insyaallah Kedepannya Akan Lebih Sering Update Demi Kelangsungan Dakwah.
________________

Senin, 18 Oktober 2010

Istiqomah, Tak Semudah Mengucapkannya

“Keep spirit ! Keep istiqomah !”, yah… kata-kata itulah yang sering digemakan para aktifis dakwah ketika ber-agitasi. Apakah ia dilengkapi dengan kumandang takbir yang lantang diakhirnya ataupun tidak, tapi yang jelas kalimat singkat itu sering terngiang kala aktifis dakwah sedang mencoba membangkitkan semangat saudara-saudara seperjuangannya untuk senantiasa kokoh menapaki jalan ini. Semangat dan istiqomah, jika ditilik lebih dalam ternyata memang kedua hal ini adalah dua sisi mata koin yang harus lengkap dimiliki oleh pribadi-pribadi penyambut izzatul Islam. Semangat tanpa istiqomah akan melenceng, dan istiqomah tanpa semangat hanya akan menjadi pribadi-pribadi loyo yang terus mengerjakan suatu aktifitas tanpa tahu makna dan tujuan daripada pengerjaannya. Namun apa itu keduanya? Mengapa begitu pentingnya kita mempunyai semangat, terutama istiqomah?

Dalam kitab hadits arba’in oleh Syaikh Imam Nawawi terdapat hadits :

Dari Abu Amr (ada yang mengatakan Abu Amrah) Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqafi ra. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, Katakanlah kepadaku suatu perkataan tentang Islam, yang tidak mungkin aku tanyakan kepada siapa pun selain kepadamu.” Rasulullah saw bersabda, ” Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah, lalu istiqomahlah.” (HR Muslim).

Hadits tersebut adalah salah satu dasar kita untuk selalu berlaku istiqomah dalam beriman kepada Allah dan menegakkan syariat dimanapun kita berada. Syaikh Shalih Alu Syaikh Hafizhahullah dalam syarah hadits tersebut mengatakan bahwa istiqomah adalah teguh dan terus menerus di atas agama, yaitu senantiasa taat pada Allah dan menjauhi segala yang mendatangkan murka Allah. Istiqomah meliputi urusan zhahir dan batin, yaitu amalan jawarih (anggota badan) dan amalan hati. Yah, itulah istiqomah, dalam bahasa yang lebih mudah adalah konsisten. Konsisten dalam beriman pada Allah, menegakkan hukum-hukum-Nya secara kaffah dalam setiap unsur kehidupan kita, baik dalam keramaian maupun dalam kesendirian, baik dalam kesenangan maupun dalam kesusahan, baik dalam kelapangan maupun dalam kesempitan. Istiqomah juga adalah konsisten dalam hal kebaikan, bukan konsisten dalam melakukan keburukan, maksiat, dan melanggar perintah Allah. Dan tahukah antum siapa musuh terbesar istiqomah? Ialah hawa nafsu yang dihembuskan syaitan untuk menjebak kita kedalam jurang neraka.

Sebesar apa sebenarnya konflik antara istiqomah dengan hawa nafsu? Mungkin antum sendiri sudah merasakannya. Bagaimana sulitnya menahan diri dari sesuatu yang kita tahu itu melanggar, namun hasrat ini sangat ingin melakukannya, dalam hal ini adalah karena dorongan dari diri sendiri. Ya, ia karena hati telah terasuki hawa nafsu yang dihembuskan oleh syaitan musuh kita yang nyata sebagaimana firman Allah SWT :

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 20)

Demikian salah satu musuh besar istiqomah. Tapi apakah hanya itu? Masih ada lagi saudaraku. Musuh besar ke-istiqomah-an yang paling sulit dikalahkan oleh orang-orang yang ber-azzam lemah adalah tekanan lingkungan. Kebanyakan kita pasti menemukan pelanggaran-pelanggaran syariat di lingkungan kita, karena peperangan antara yang haq dan yang bathil itu adalah kekal hingga hari kiamat menjemput. Maka mereka-mereka yang mempunyai ilmu akan pelanggaran itu dan mengetahui bahwa itu adalah salah, kemudian mereka mencoba mengubahnya, maka pastilah akan menemui benturan-benturan dari kelompok yang mendukung maksiat itu. Hal ini memang sudah menjadi sunnatullah. Jangankan kita yang hanya manusia biasa, bahkan para Nabi dan Rasulpun yang merupakan utusan Allah juga menghadapi berbagai konflik dengan para pendukung maksiat. Orang-orang yang berusaha bertahan diatas kebenaran dan berusaha pula menegakkannya akan dipandang sebagai orang-orang yang pantas dimusnahkan oleh para pro-setan tersebut. Namun apakah hal ini menjadi penghalang bagi kita untuk tetap menegakkan kalimatullah? Kebanyakan orang-orang yang tidak tahan dengan tekanan lingkungan full maksiat yang berusaha menghalang-halangi dakwahnya maka kemudian akan melemah dan mungkir dari ke-istiqomah-an-nya. Hal ini sungguh suatu prilaku memalukan.

Mungkin kita dapat menyontoh imam Ahmad ibnu Hanbal yang patut ditauladani ke-istiqomah-an-nya. Ujian dan tantangan yang dihadapi Imam Ahmad adalah hempasan badai filsafat atau paham-paham Mu’tazilah yang sudah merasuk di kalangan penguasa, tepatnya di masa al Makmun dengan idenya yang menyatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Sekalipun Imam Ahmad sadar akan bahaya yang segera menimpanya, namun beliau tetap gigih mempertahankan pendirian dan mematahkan hujjah kaum Mu’tazilah serta mengingatkan akan bahaya filsafat terhadap kemurnian agama. Beliau berani berkata tegas kepada sultan bahwa al-Qur’an bukanlah makhluk, sehingga beliau diseret ke penjara. Beliau berada di penjara selama tiga periode ke-khalifah-an yaitu al Makmun, al Mu’tashim dan terakhir al Watsiq. Setelah al Watsiq wafat, kemudian digantikan oleh al Mutawakkil yang arif dan bijaksana yang kemudian membebaskan Imam Ahmad.

Beliau bukan hanya sekedar dipenjara, namun juga dihukum cambuk dan dipaksa menyetujui bahwa al-Qur’an ialah makhluk. Namun beliau tetap istiqomah pada pendiriannya meskipun tekanan yang dihadapinya tidaklah ringan. Bahkan akibat ke-istiqomah-an beliau, beliau mengalami luka cambuk yang luar biasa parahnya hingga tak pernah seorangpun melihat ada luka cambuk separah itu. Namun meskipun Imam Ahmad lama mendekam dalam penjara dan dikucilkan dari masyarakat, namun berkat keteguhan dan kesabarannya selain mendapat penghargaan dari sultan juga memperoleh keharuman atas namanya. Ajarannya makin banyak diikuti orang dan madzhabnya tersebar di seputar Iraq dan Syam. Tidak lama kemudian beliau meninggal karena rasa sakit dan luka yang dibawanya dari penjara semakin parah dan memburuk. Beliau wafat pada 12 Rabi’ul Awwal 241 H (855 M). Pada hari itu tidak kurang dari 130.000 Muslimin yang hendak menshalatkannya dan 10.000 orang Yahudi dan Nashrani yang masuk Islam. Menurut sejarah belum pernah terjadi jenazah dishalatkan orang sebanyak itu kecuali Ibnu Taimiyah dan Ahmad bin Hanbal. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat atas keduanya, amin ya Rabb.


Lihatlah kemuliaan yang dicapai oleh Imam Ahmad, semua bukan datang semata-mata, melainkan karena Allah telah berfirman :

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ”Robb kami ialah Allah” kemudian mereka beristiqomah (meneguhkan pendirian mereka), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (QS. Fushshilat : 30)

Inilah janji Allah bagi orang-orang yang senantiasa mempertahankan ketaatannya pada Allah dalam kondisi apapun ia berada, dengan godaan apapun yang sedang dihadapinya, dan dengan tekanan apapun yang sedang menghimpitnya.


Bagaimana dengan kita? Seringkali kita lebih memperturutkan hawa nafsu kita padahal kita telah memahami bahwa itu adalah salah. Dalam keseharian kita aktif berdakwah dan beribadah karena Allah, namun di satu sisi kita juga sering bermaksiat dan melanggar perintah Allah. Seringkali pula karena sedikit tekanan dan masalah yang kita hadapi, kita rela menjual keimanan kita demi keamanan diri kita. Padahal Allah telah menjanjikan keamanan pada orang-orang yang istiqomah. Bukankah Allah telah memerintahkan kita untuk jangan takut? Bukankah itu artinya Allah telah menjaga kita apabila kita istiqomah?

Beginilah istiqomah, sebuah kata yang amat berat untuk dilaksanakan. Butuh azzam yang kuat untuk melaksanakan suatu konsistensi. Berapa banyak orang yang dahulunya aktif berdakwah, kemudian malah justru jadi ahli maksiat. Na’udzubillah. Tetaplah istiqomah wahai saudaraku. Jangan lemah !!! Daku tahu itu teramat berat, jangankan dirimu, bahkan daku-pun masih belajar mengamalkannya. Namun kita pasti bisa. Kita pasti bisa sekuat Imam Ahmad dengan penentangannya terhadap fatwa bahwa al-Qur’an adalah makhluk, setegar Bilal bin Rabbah menyebut ‘Ahad’ meskipun batu besar ditimpakan diatas perutnya, dan sekonsisten Salman al-Farisi yang tetap taat pada Allah dan Rasul sejak jadi budak belian hingga menjadi amir kota Madain. Jadilah seperti bunga di tengah gurun pasir. Dan akhirnya kita muncul sebagai insan penyambut izzatul Islam, insyaallah.

KEEP SPIRIT ! KEEP ISTIQOMAH !! ALLAHUAKBAR !!!

~M.T.Q~

2 komentar:

  1. Istiqqamah hanya dimiliki orang yang benar-benar meyakini kebenaran Islam

    BalasHapus
  2. keep the spirit going... istiqqamah to prevent ourselves from sinking in the ocean of sin....

    BalasHapus

Silakan Komentar