SEBUAH ARTIKEL TENTANG REALITA KEHIDUPAN . . .
ARTI KATA ‘PENGURUS OSIS’
Kepengurusan OSIS TA 2006/2007 dan 2007/2008 memang telah berakhir. Tapi semua kenangan yang tercipta selama saya menjadi pengurus OSIS 2 Tahun Ajaran berturut-turut mengetuai Bidang Keimanan dan Ketakwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tentu masih berbekas jelas di ingatan saya. Menjadi pengurus OSIS suatu sekolah tentu adalah hal yang membanggakan. Disamping kita resmi menjadi perwakilan siswa-siswi sekolah, kita juga seolah menjadi siswa-siswi percontohan di sekolah tersebut. Mengapa saya menggunakan kata seolah ? Karena pada kenyataannya pengurus OSIS yang dilantik (khususnya di sekolah saya.) tidak selalu siswa-siswi yang patut dicontoh. Di beberapa sekolah bahkan jabatan pengurus OSIS hanya dijadikan sebagai ajang pamer kehebatan kepada teman yang bukan pengurus OSIS. Hal ini sungguh ironis. Padahal terlibat di kepengurusan OSIS itu bukanlah sesuatu untuk dibangga-banggakan, karena OSIS itu adalah ajang pembelajaran mengenai berorganisasi. Bukan tempatnya pamer kehebatan dengan menduduki jabatan tinggi di OSIS, bukanlah ajang BALAS DENDAM kepada junior, bukanlah tempat sembunyi dari mata pelajaran sekolah yang tidak disukai.
Bobroknya OSIS di suatu sekolah juga seringkali karena faktor kurangnya kepedulian sekolah terhadap pembinaan manajemen organisasi kepada siswa-siswi yang menjadi pengurus OSIS. Mereka lebih sering berpatokan pada pengalaman senior-senior mereka yang lebih dulu merasakan asam garam menjadi pengurus OSIS. Bukan berarti hal tersebut buruk, tetapi alangkah lebih baiknya apabila ada pembinaan khusus yang baik untuk mengarahkan mereka dalam belajar berorganisasi, tidak hanya mengandalkan bantuan dari para kakak senior mereka saja, karena belum tentu juga pengalaman para senior mereka itu selalu cocok untuk diaplikasikan di masa kepengurusan yang baru karena masalah yang timbul selalu berbeda di setiap zaman. Karena itu dibutuhkan bimbingan dari pihak sekolah yang menaungi mereka.
Kembali ke pernyataan bahwa siswa-siswi pengurus OSIS tidak selalu siswa-siswi yang patut dicontoh. Pernyataan ini timbul karena melihat kenyataan bahwa banyak sekali siswa-siswi yang menjabat menjadi pengurus OSIS justru melakukan pelanggaran-pelanggaran peraturan sekolah. Contoh sederhana saja saya menemukan di suatu sekolah, pengurus OSIS tidak berpakaian dengan rapi dan sesuai aturan sekolah. Contoh parahnya adalah pengurus OSIS yang merokok di area sekolah pada jam efektif belajar atau di luar sekolah tapi masih menggunakan seragam sekolah. Ada juga yang ikut-ikutan bolos sekolah bahkan memanjat pagar sekolah agar bisa ‘BEBAS MENGHIRUP UDARA LUAR’. Hal ini sangat-sangat memalukan. Para ‘Anggota DPR tingkat sekolah’ ini seharusnya memberikan contoh yang baik kepada teman-temannya, bukan ikut-ikutan berandal seperti orang tak berpendidikan.
Kaderisasi yang buruk ini disebabkan satu faktor utama yang sudah umum di negeri kita tercinta ini yaitu KOLUSI. Terjadi ketika hendak memilih Calon Pengurus OSIS TA berikutnya. Baik yang menggunakan sistem dipilih oleh pengurus periode sebelumnya, maupun yang dipilih oleh para dewan guru atau pihak sekolah. Peluang terjadinya tindak kolusi dalam memilih pengurus OSIS periode selanjutnya paling besar kemungkinan apabila menggunakan sistem dipilih oleh pengurus periode sebelumnya. Hal ini disebabkan karena seringkali adanya hubungan dekat antara para senior yang akan memilih dengan junior yang akan dipilih. Alasan klasik yang digunakan adalah, ”Mari kita pilih dia, lagipun dia adalah adik saya.”, atau, ”Ayo kita pilih dia, karena dia sudah minta tolong sama saya, lagipun kerjanya bagus kok.”. Mereka selalu mengumbar alasan klasik tersebut sambil terus menyatakan kelebihan-kelebihan ‘adik’ mereka itu sehingga teman-teman mereka terprovokasi untuk merekomendasikan nama calon yang diusung itu untuk menjadi pengurus OSIS periode berikutnya.
Tak dapat dipungkiri tindak kolusi seperti itu marak terjadi. Terlebih lagi apabila ia memegang jabatan atas di kepengurusan sebelumnya, tentu suaranya akan lebih didengar dan ‘adiknya’ akan bisa memegang jabatan OSIS selanjutnya dengan mudah karena Back-up yang kuat. Ini sungguh peristiwa yang menyedihkan. Di zaman yang ‘katanya’ reformasi seperti sekarang ini, justru para generasi muda sudah belajar tidak menghargai reformasi dengan melakukan KKN ‘sedari dini’. Belum lagi pemilihan ketua OSIS yang seolah dipilih oleh para elemen sekolah secara langsung. Para CAKETOS melakukan kampanye bak seorang CAPRES. Mengumbar janji-janji yang mempengaruhi batin para calon pemilih. Warga sekolah memakai hak suaranya dengan cara menyoblos foto CAKETOS pilihannya yang terpampang pada kertas suara sederhana pada hari H PEMILU sekolah. Namun semua prosesi yang dilakukan itu sebenarnya SIA-SIA belaka. Karena kebanyakan sekolah sesungguhnya telah memanipulasi hasil perolehan suara karena Sang Ketua OSIS telah ditentukan sebelumya oleh para oknum yang merasa berkuasa untuk menentukannya, sehingga hasil perolehan suara direkayasa agar Sang Ketua OSIS unggul. Padahal alangkah lebih baiknya jika Ketua OSIS memang dipilih langsung oleh ‘rakyat sekolah’ sesuai dengan azas “Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat.”.
Anehnya sesungguhnya pihak sekolah seperti Kepala Sekolah, Staff dan juga para majelis guru mengetahui manipulasi itu. Tetapi mereka tidak memperbaiki sistem itu, malah ada yang mendukung dan menyuruh para Panitia Pelaksana PEMILU itu untuk memanipulasi perolehan suara sehingga calon yang diunggulkan para dewan gurulah yang nanti akan menjadi Ketua OSIS. Sepertinya mental-mental kolusioner memang sudah mendarah daging di Indonesia tercinta ini.
Padahal pemberantasan KKN sangat digalakkan saat ini. Sekolah sebagai tempat menimba ilmu para anak Indonesia diharapkan dapat memberikan peran yang sangat penting dalam pembentukan mental generasi muda yang anti KKN. Tapi sepertinya harapan itu masih sulit diwujudkan melihat mental para pendidik Indonesia masih banyak yang BERMUKA DUA. Mengapa saya katakan BERMUKA DUA ? Hal itu sebenarnya bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Contoh sederhana saja adanya Kantin Jujur. Sebuah program yang diharapkan bisa mendidik anak-anak Indonesia menjadi insan yang bermental jujur. Padahal mental orang-orang yang mendidik itu sendiri belum jujur. Bahkan ada seorang Kepala Dinas Pendidikan di suatu Provinsi yang tersangkut kasus KORUPSI. Jadi, bagaimana para generasi muda bisa bermental jujur bila orang yang memberi contoh pada mereka bukan orang yang jujur.
Kesimpulannya sederhana, bahwa sebenarnya menjadi orang yang merupakan panutan bagi orang lain itu tidak mudah. Maka dari itu, para pengurus OSIS yang menjadi panutan bagi siswa-siswi lain haruslah mampu bersikap baik, tertib, disiplin dan sopan. Memang kita manusia tidak ada yang sempurna, tapi ketidaksempurnaan itu bisa diminimalisir. Berlakulah sesuai dengan peraturan sekolah. Dengan kita bersikap disiplin maka kita sudah berdakwah dan menjadi pengurus OSIS yang baik, INSYAALLAH teman-teman kita akan mencontoh kita dan terciptalah suasana sekolah yang kondusif untuk kegiatan DIDIDIK DAN MENDIDIK, bukan tempat belajar dan mengajar karena sekolah adalah tempat mendidik manusia menjadi ‘orang’, tidak hanya sekedar berilmu, tapi juga memiliki akhlak, adab dan tata krama.
Di artikel ini saya juga menghimbau untuk diri saya sendiri dan untuk kita semua, marilah kita bersihkan Indonesia ini dari kolusi. Mari kita mulai dari diri kita sendiri. Dan bagi para pendidik agar bertanggung jawab serta mampu mengarahkan para pengurus OSIS ke etika berorganisasi yang sebenarnya. Apabila KKN regenerasi pengurus OSIS terus dilakukan, maka KKN itu akan terus terwarisi seperti dari generasi ke generasi, begitu terus menerus. Kalau seperti itu, kapan Indonesia akan bersih dari KKN seperti yang diidam-idamkan oleh masyarakat selama ini ?
# SELESAI #
NB : “ARTIKEL INI TIDAK BERMAKSUD MENYINGGUNG PIHAK MANAPUN,
INI HANYA SEBUAH KRITIKAN DI ZAMAN REFORMASI DAN MOHON
MAAF APABILA ADA YANG TERSINGGUNG KARENA KENYATAAN
MEMANG PAHIT !!”
ARTICKEL BY : IPAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Komentar