Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Ana awali artikel ini dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang nyawa ana berada dalam genggaman-Nya. Yang telah memberi ana segala karunia rahmat sehingga ana mampu berkarya untuk umat dengan tulisan yang ana harapkan dapat memberi manfaat bagi kita semua. Tak lupa shalawat beriringkan salam selalu kita hadiahkan kepada usuwah kita yaitu Nabi Muhammad Rasulullah saw. Yang mana beliau telah sangat berjasa menyampaikan ajaran nan mulia ini hingga sampai kepada kita semua. Semoga dengan rajinnya kita bershalawat kepada beliau maka kita akan mendapatkan syafaat beliau di yaumil akhir nanti sebagaimana sabda beliau :
"Barangsiapa bershalawat untukku dipagi hari sepuluh kali dan di petang hari sepuluh kali, mendapatlah ia syafa'atku pada hari qiamat." (HR. Al-Thabrani)
Telah lama rasanya ana tidak menulis artikel dengan redaksional formil seperti ini. Agak canggung rasanya ketika harus menggunakan kaedah penulisan sesuai dengan EYD setelah beberapa artikel ana yang menggunakan kaidah bahasa anak muda pada kesempatan sebelumnya. Semoga penggunaan kaidah bahasa ini tidak mengurangi nilai sensitivitas yang ingin dicapai dan efek yang ingin ditimbulkan. Semoga tulisan ini tetap dapat menyentuh hati ikhwah semua untuk tergerak dan bersama-sama mengamalkan point-point dalam artikel ini sebagai solusi problematika umat.
Beberapa hari yang lalu, ana baru saja mengikuti Organization Training 1 yang diadakan oleh Lembaga Dakwah FTI UII. Training tersebut merupakan pelatihan guna menyiapkan mental dan pengetahuan kader baru tentang situasi dakwah di lingkungan kampus khususnya FTI UII. Training dengan rangkaian MABIT (Malam Bina Iman dan Takwa) atau bermalam ini terasa begitu menarik bagi ana terutama ketika memasuki suatu materi yang membahas tentang “Problematika Umat Islam Saat Ini”. Pembicara yang juga merupakan seorang alumni menyampaikan tentang materi ini dengan bahasa yang tak tahu mengapa membuat ana benar-benar tertarik. Entah karena cara penyampaiannya ataukah memang karena ana merasakan betul tentang esensi materi ini dalam kehidupan ana, ana benar-benar merasakan bahwa apa yang beliau sampaikan memang seperti yang kita hadapi sekarang dan materi itu juga menginspirasi ana untuk mengingatkan sesama muslim tentang kondisi yang kita hadapi sekarang melalui artikel ini.
Saat ini umat islam benar-benar menghadapi suatu problematika atau permasalahan yang sangat besar. Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Pew Research Center's Forum on Religion & Public Life di 232 negara di dunia, jumlah umat Islam di seluruh dunia saat ini sekitar 1,57 miliar orang, dari semua usia. Jumlah itu mewakili 23 persen total penduduk dunia yang jumlahnya mencapai 6,8 miliar jiwa sampai tahun 2009. Dalam risetnya, Pew Forum bekerjasama dan berkonsultasi dengan hampir 50 orang pakar demografi dan pakar ilmu sosial di universitas dan pusat-pusat penelitian di seluruh dunia. Mereka menganalisa sekitar 1.500 sumber data, termasuk laporan-laporan sensus penduduk, studi demografi dan survei-survei kependudukan (http://www.eramuslim.com/). Hasil ini menunjukkan begitu banyaknya jumlah pemeluk satu-satunya agama yang paling benar dan diridhai Allah SWT ini, yaitu sekitar hampir ¼ dari jumlah penduduk seluruh dunia. Namun ternyata kuantitas yang banyak tak menjamin kualitas yang baik pula. Justru dengan banyaknya jumlah umat ini menimbulkan suatu cobaan tersendiri bagi kita umat islam untuk menghadapinya bersama-sama. Sebagaimana kita ketahui bersama, pada saat ini dominasi kaum kafir dalam hampir segala aspek kehidupan dunia sangat merajalela. Mereka menguasai hampir semua bidang yang merupakan sektor primer dalam kehidupan manusia. Sebut saja dalam bidang ekonomi, ada Warren Buffett yang menguasai investasi di Amerika Serikat yang merupakan Negara ‘malaikat’ perekonomian sebagian besar Negara berkembang di dunia termasuk Indonesia. Belum lagi di bidang telekomunikasi, ada Carlos Slim Helu sang pemilik perusahaan Telecom. Perusahaan telekomunikasi terbesar yang merajai saham telekomunikasi dunia berpusat di Negara Meksiko. Di bidang teknologi ada Bill Gates, sang empunya Microsoft Corporation dan juga ada Lawrence Ellison sang pengusaha Amerika Serikat keturunan Yahudi pendiri Oracle Corporation, perusahaan penyedia software untuk perusahaan-perusahaan dan organisasi-organisasi besar dunia. Mereka semua adalah kafirun penguasa sektor primer di dunia ini dan mereka semua juga termasuk dalam 10 orang terkaya di dunia.
Data ini merupakan indikasi bahwa kita memang sedang menghadapi permasalahan yang pelik. Disaat dimana kita merindukan terlahirnya kembali izzatul islam (kejayaan islam), namun seakan kerinduan itu hanya dimulut saja. Pada saat sekarang ini, betapa banyak diantara kita yang tidak acuh dengan kondisi umat ini. Semua sibuk dengan urusan masing-masing yang hanya berorientasi pada keuntungan pribadi dan golongan. Betapa saat ini kita benar-benar tidak peduli dengan kondisi agama kita yang difitnah sebagai agama teroris. Justru kita malah mengangguk setuju dengan kebohongan besar yang dihembuskan oleh orang-orang yang memusuhi islam itu. Bahkan ada sebagian kita yang malah ‘membantu’ tugas kafirun untuk memecah belah islam itu dengan cara menuduh saudara kita sesama muslim sendiri adalah teroris. Bagaimana tidak al-kafirun mampu menguasai sektor-sektor diatas apabila kita dalam kondisi terpecah belah seperti ini?
Banyaknya jumlah orang islam, tapi mengapa kita tidak bisa menguasai dunia? Hanya segelintir muslim yang sukses menjadikan dirinya berpengaruh di dunia, tapi tetap saja merekapun bagai kerbau dicucuk hidung apabila berhadapan dengan Amerika Serikat dan sekutunya. Atau ada yang berani menentang Negara Adikuasa itu, tapi karena keterbatasan sehingga mereka tak bisa berbuat banyak. Sebut saja beliau yang saya banggakan, Akhina Mahmoud Ahmadinejad. Beliau begitu sengit menentang Amerika Serikat, Israel, dan para balatentara laknatullahnya. Namun AS dan Israelpun tidak sebodoh itu. Lihat saja konspirasi yang mereka lakukan untuk menyentak Akh. Ahmadinejad ketika beliau terpilih kembali menjadi Presiden Republik Iran untuk yang kedua kalinya. Melalui Building Public Opinion tangan kanan serta massa pendukung Mir Hossein Mousavi, para pihak yang merasa gerah dengan sepak terjang Akh. Ahmadinejad (AS dan Israel) berhasil membuat Teheran rusuh dengan isu kalahnya Mousavi dalam Pemilu. Dugaan bahwa AS dan Israel adalah dalang dibalik kerusuhan besar yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Akh. Ahmadinejad tersebut bukan hanya sangkaan tak berdasar. Banyak fakta yang menunjukkan betapa besar kepentingan AS di Iran dan semua terhalang karena Akh. Ahmadinejad yang punya prinsip kokoh dalam menolak segala macam bentuk intervensi AS ke dalam Negaranya.
Majalah Schweiz Magazin berbahasa Jerman menampilkan gambar Barack Obama yang sedang menyulut api peta Iran. Dalam tulisan berjudul “Iran: Amerika Kontrol Kerusuhan” disebutkan beberapa bukti keterlibatan langsung Gedung Putih dengan kerusuhan akhir di Teheran, Iran. Majalah tersebut juga menyebutkan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh Gedung Putih untuk membiayai kerusuhan di Teheran. Disebutkan jumlah uang yang digelontorkan sejak zaman pemerintahan Bush hingga kini mencapai 85 juta US dollar yang bertujuan menggulingkan pemerintahan Ahmadinejad (http://www.dakta.com/). Fakta ini adalah bukti bahwa memang ada konspirasi dalam kerusuhan tersebut yang merupakan bentuk ujian bagi muslim iran khususnya dan kita kaum muslim dunia pada umumnya yang ingin lepas dari dominasi kaum kafir dan beranjak merebut singgasana sebagai mercusuar dunia.
Namun semangat Akh. Ahmadinejad ini tampaknya belum mewabah dikalangan kaum muslim. Ahmadinejad sendiri tak dapat berbuat lebih dari ikhtiar yang terus beliau maksimalkan hingga hari ini karena beliau seolah seorang diri menghadapi banyak tekanan kaum kafir terhadap prinsip beliau. Sekuat apapun prinsip beliau tersebut, tak akan mampu berimbas banyak kecuali hanya sebagai dinding pertahanan idealisme jika tak ada sokongan dari umat muslim lainnya di seluruh dunia. Kita lihat mental umaroh Saudi Arabia yang jangankan hendak peduli dengan tekanan yang dihadapi Iran ataupun umat muslim di Negara tertindas lainnya, untuk berkata ‘TIDAK’ saja mereka tak mampu kala AS memutuskan akan membangun pangkalan militer di Negara mereka. Atau kita lihat juga mental umaroh Mesir yang sangat tak peduli dengan nasib tetangga mereka Palestina yang dibombardir habis-habisan oleh Israel pada awal 2009 Masehi yang lalu. Mereka tak hendak membuka jalur Rafah sebagai satu-satunya jalur untuk mendistribusikan bantuan terhadap korban serangan Israel biadab di tepi barat, Gaza, Palestina.
Individualisme tak hanya terjadi di Timur Tengah. Hal tersebut juga terjadi di hampir semua Negara muslim. Bahkan dalam satu negarapun juga belum tentu antara muslim satu peduli terhadap muslim lainnya. Maka timbulah pertanyaan mendasar, ada apa dengan umat ini? Mengapa seolah kita lupa bahwa kita semua adalah saudara? Atau kita tahu, tapi sengaja pura-pura tidak tahu agar bisa lari dari tanggung jawab untuk menolong agama ini?
Al-Ustadz Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa solusi utama dari problematika umat ini adalah perbaikan umat. Nabi Muhammad Rasulullah saw. pernah bersabda :
“Jika kalian telah berjual beli dengan sistem riba, berlaku zalim, sibuk dengan dunia serta meninggalkan jihad, maka niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Kehinaan itu tidak akan hilang, hingga kalian kembali kepada ajaran agama kalian.” (HR. Abu Dawud dengan sanad hasan).
Hadits diatas adalah peringatan dari Rasul bahwa ketika kita meninggalkan Allah SWT dan mementingkan dunia, maka ketika itu pula Allah hinakan kita hingga kita bertaubat dan kembali pada Al-Quran dan assunnah. Ana merasa bahwa hadits diatas benar-benar mirip dengan apa yang sekarang menjangkiti umat ini. Riba, zalim, mahabbatuddunya, dan banyak penyakit hati lainnya. Maka, pantaslah umat ini menjadi seperti ini, yaitu karena umat ini telah terjangkiti suatu penyakit yang dahulu telah diramalkan oleh Rasulullah saw, yaitu penyakit wahn.
Rasulullah saw pernah bersabda berkenaan dengan keinginan kaum kafir untuk membinasakan kaum muslimin dan Islam, seperti yang dinyatakan dalam hadits Tsaubah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti menyerbu makanan di atas piring. Berkata seseorang: Apakah karena sedikitnya kami waktu itu? Beliau bersabda: Bahkan kalian pada waktu itu banyak sekali, akan tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah wahn itu? Beliau bersabda: Mencintai dunia dan takut mati”. (Riwayat Abu Dawud no. 4297. Ahmad V/278. Abu Na’im dalam Al-Hilyah)
Subhanallah, sungguh tepat apa yang dikatakan Rasul. Ya, penyakit itulah yang sekarang menjangkiti umat ini, kemungkinan juga kita semua yang sedang membaca artikel ini. Hubbuddunya walarohiyatul maut alias cinta dunia dan takut mati, nampaknya menjadi suatu hal yang mendarah daging dalam mental pemuda-pemuda islam saat ini. Dunia dan segala isinya yang tampak menggoda dan menggiurkan ini mungkin bagi umat saat ini lebih menggiurkan daripada jannatullah itu sendiri. Mengapa umat lupa akan indahnya jannah? Mengapa umat lupa akan harumnya kubur para syuhada? Mengapa umat lupa akan lezatnya buah-buahan yang datang karena amal shaleh yang kita kerjakan.
Korupsi, tipu-menipu, saling jatuh-menjatuhkan sesama muslim tampaknya menjadi tabi’at umat saat ini. Betapa sedikitnya orang yang masih peduli terhadap umat ini. Memang masjid-masjid mungkin belum kosong. Shaf-shaf shalat masih banyak. Namun apakah kita juga tetap bersama-sama ketika telah melangkah keluar dari masjid? Tampaknya keimanan kita hanyalah alas kaki pengganti sandal untuk masuk dalam masjid. Ketika usai, kita kembali menggunakan sandal kita, maka ketika itu pula keimanan kitapun kita lepaskan dan kita tinggalkan di masjid. Sehingga kita lupa. Kita lupa bahwa kita adalah orang islam. Kita lupa bahwa sesama umat islam adalah bersaudara. Kita lupa bahwa sesama mukmin adalah saudara.
Akibat dari hal ini, kita lupa bahwa kita masih punya kehidupan akhirat setelah kita meninggalkan dunia. Hal ini menyebabkan munculnya tabi’at-tabi’at busuk yang dilakukan oleh umat hanya untuk kepentingan pribadi, atau golongan yang pada intinya tetap saja untuk keselamatan pribadi di dunia. Banyak diantara kita yang ingin kaya harta di dunia. Saking inginnya hingga menghalalkan segala cara bahkan mengorbankan harta akhiratnya. Korupsilah yang terjadi, namun ketika tertangkap basah bahwa ia bersalah, maka karena penyakit wahn tadi ia tak ingin untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya dan tak ingin untuk bertaubat. Yang ada malah ia menambah dosa dengan cara suap-menyuap dengan jaksa atau hakim agar kasusnya dianggap selesai dan ia dibebaskan tanpa harus dihukum. Banyak lagi cara-cara picik sebagai tanda cinta terhadap dunia dan takut akan kematian.
Inikah cerminan umat islam? Wahai saudaraku, masihkah antum acuh tak acuh dengan umat ini? Masihkah antum hanya memikirkan bagaimana cara antum untuk membesarkan perut sementara islam ini kian kurus kering? Masihkah antum egois dan hanya memikirkan bagaimana caranya antum hidup dengan nyaman, sekolah, kuliah, kerja, berkeluarga, menghabiskan masa tua, dan mati lalu masuk surga? Sungguh hinanya diri antum. Tak ada gunanya kita hidup jika tak bermanfaat untuk umat.
Apa yang harus kita lakukan? Sesuai dengan analisa al Ustadz Yusuf Qardhawi yaitu lakukanlah perbaikan umat. Kejayaan islam akan dicapai dengan tiga hal mendasar yang harus dimiliki umat, yaitu :
1. Aqidah
2. Washilah
3. Ukhuwah
Ketiga hal diatas harus dimiliki umat islam diseluruh dunia dengan baik. Permasalahan Aqidah telah lama menjadi target para da’i untuk memperbaiki dan menerangkan tentang aqidah yang sesuai Al-Quran dan hadits Rasul. Cara menyampaikannya tentulah dengan dakwah. Namun apakah dakwah-dakwah yang bertebaran itu telah sinergis? Itu pertanyaannya.
Permasalahan washilah juga tak jauh dari permasalahan aqidah. Washilah adalah bagaimana cara kita untuk mendekatkan diri pada Allah. Tentulah dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Hal ini tentu juga telah lama ditanamkan oleh para da’i sejak dahulu dengan dakwah mereka.
Permasalahan yang ketiga adalah permasalahan inti dan paling utama. Ukhuwah alias persaudaraan. Hal ini yang masih sangat minim dan belum dimiliki umat islam. Pada dasarnya ketiga hal diatas ialah saling berkaitan dan memiliki korelasi piramida terbalik. Artinya apabila satu tak dicapai, maka mustahil dua sisanya akan dicapai. Namun jika satu telah berhasil dicapai, maka untuk menyelesaikan dua sisanya akan dengan mudah dilakukan. Namun ternyata untuk meletakkan tiga dasar dalam hati umat cukup mempunyai hambatan. Jalannya yang terseok-seok membuat kondisi umat ini kian rumit. Maka solusinya adalah lakukan pembaharuan metode.
Aqidah dan washilah, mungkin banyak individu dalam umat ini telah memahami dua hal tersebut. Namun mengenai ukhuwah, inilah yang masih berantakan dan perlu ditata. Sebagaimana Allah SWT berfirman :
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
”Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (QS. Al-Hujuraat: 10)
Ayat diatas membuktikan bahwa Allah telah menjadikan kita selaku mukmin atau orang yang beriman terhadap Allah SWT dan Rasul-Nya sebagai saudara. Subhanallah, betapa luar biasanya agama ini. Jika ayat ini benar-benar diamalkan maka tiada istilah orang yang hidup sebatang kara selama masih ada orang islam dilingkungannya. Namun apakah umat menyadari akan adanya hal seperti ini?
Saudara tentulah harus saling ada kepedulian. Jika dianalogikan saudara kandung yang lahir satu ayah dan satu ibu (artinya saudara sedarah), maka ketika ditanyakan oleh orang lain, “siapa dia?”, maka kita menjawab, “dia adalah saudaraku.”, namun ketika ditanya lebih lanjut siapa namanya, dimana tinggalnya, apa kebiasaannya dan pertanyaan mendetail lainnya, jika kita selaku saudaranya lalu terdiam karena ketidak tahuan maka alangkah malunya kita. Saudara sendiripun kita tak mengenalnya, tentu akan menjadi aib dan pembicaraan oleh orang lain.
Jika seperti itu sikap kita ketika tidak mengenal saudara sedarah kita, maka seharusnya seperti itu pulalah malunya kita ketika kita tidak mengenal saudara seiman kita. Memang kita tidak lahir dari rahim yang sama. Tidak memiliki ayah kandung dan ibu kandung yang sama. Berasal dari berbagai macam latar belakang yang berbeda-beda pula. Namun, selama kita masih berpegang teguh pada syahadatain artinya masih beriman pada Allah dan rasul serta mengaplikasikannya dalam keseharian kita, maka ikatan saudara kita jauh lebih mulia daripada ikatan saudara karena sedarah. Tentu, karena Al-Quran lah yang menjadikan kita bersaudara dan apalagi alasan yang lebih mulia daripada alasan itu?
Akan tetapi, pada kenyataannya dalam dinamika umat saat ini, banyak diantara kita yang tak lagi memandang semua muslim atau mukmin di seluruh dunia ini adalah saudara yang berhak mendapatkan kepedulian dan kasih sayang kita. Banyak orang islam yang justru menjatuhkan orang islam lainnya yang padahal itu adalah saudaranya sendiri. Persaingan membuat mata hati menjadi buta dan menjadikan diri menyerang siapa saja tak peduli walaupun ia adalah saudara seimannya sendiri.
Padahal Rasulullah saw. selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menjaga silaturrahmi tersebut. Bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda yang mengisyaratkan kita tetap tidak boleh menjatuhkan saudara kita sesama muslim meskipun dalam kondisi seperti hadits berikut:
”Sebaik-baik pemimpin adalah yang kamu cintai dan mereka mencintaimu. Kamu mendoakan mereka dan mereka mendoakanmu. Sejahat-jahat pemimpin adalah yang kamu benci dan mereka membencimu. Kamu kutuk mereka dan mereka mengutukmu. Para sahabat bertanya, "Tidakkah kami mengangkat senjata terhadap mereka?" Nabi Saw menjawab, "Jangan, selama mereka mendirikan shalat. Jika kamu lihat perkara-perkara yang tidak kamu senangi maka bencimu terhadap amal perbuatannya dan jangan membatalkan ketaatanmu kepada mereka." (HR. Muslim)
Dalam hadits diatas jelas diterangkan bahwa walaupun ia adalah seorang pemimpin yang jahat, namun selama ia adalah seorang muslim yang menegakkan shalat maka kita tidak boleh memeranginya, namun yang kita lakukan adalah memberinya nasihat dan mengingatkannya sebagai bentuk kepedulian kita terhadap saudara kita.
Perpecahan yang terjadi dalam umat ini tidak boleh dibiarkan. Ada segelintir muslim yang peduli terhadap kondisi umat, lalu mereka mengambil inisiatif untuk melakukan perbaikan terhadap umat dengan dakwah mereka yang sesuai dengan Al-Quran dan sunnah. Namun kembali lagi, karena ukhuwah tidak ada maka timbulah hambatan-hambatan terhadap pergerakan dakwah yang datangnya justru dari umat islam sendiri. Semisal ada sekelompok perkumpulan pemuda yang membangun suatu komunitas kecil untuk memperkuat pondasi mereka. Didalamnya mereka berdakwah dan hal tersebut sesuai dengan Al-Quran dan hadits yang menjadi landasan mereka. Mereka bersama-sama dengan beberapa temannya mengajak teman-teman lainnya untuk bersama-sama membina diri untuk menjadi insan yang memiliki al-fahmu asy-syamiil wal iltizamu kamiil (kepahaman yang mencakupi dan komitmen yang sempurna) tentang islam ini namun malah dituduh menyalahi syari’at oleh saudara mereka sesama muslim sendiri. Tak sampai disitu saja ujian yang harus dihadapi, saudara yang menuduh mereka menyalahi syari’at itupun malah menghalang-halangi jalan dakwah itu sendiri dengan menyebar fitnah dan mencegah orang-orang untuk turut serta dalam siklus tarbiyah asy-syabab tersebut. Padahal siklus itu bertujuan untuk membangun kualitas umat yang lebih baik dimasa yang akan datang dan sekali lagi sesuai dengan Al-Quran dan hadits.
Inilah buah dari tiadanya ukhuwah didalam umat ini. Seharusnya, hal ini jangan sampai terjadi karena yang rugi adalah umat itu sendiri. Semakin dakwah mendapat halangan dan hambatan dari umat islam sendiri, maka akan semakin sulit umat ini untuk bangkit dari keterpurukan. Umat saat ini sudah terpengaruh oleh firqoh-firqoh dari masing-masing ijtihad dimana itulah yang mereka anggap paling benar sementara yang lain adalah salah. Boleh kita berbeda pendapat, tapi alangkah baiknya jika kita saling menghormati antar ijtihad tersebut sebab pada dasarnya setiap ijtihad yang dilakukan ulama-ulama yang memang memadai kompetensinya itutidak ada yang salah, sebab jikalau salahpun masih mendapatkan satu pahala. Kecuali ijtihad tersebut memang jelas-jelas melanggar syari’at dan dilakukan oleh orang-orang yang tidak jelas kompetensi untuk melakukan ijtihad, seperti yang pernah terjadi ada pendapat bahwa shalat harus diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, atau penghapusan shalat lima waktu, dan banyak lagi yang hukumnya jelas diterangkan oleh Al-Quran dan hadits namun masih juga disalah artikan.
Pada dasarnya sumber hukum dalam islam ada dua manhaj, yaitu :
1. Manhaj Asasi
2. Manhaj Amali
Manhaj asasi yaitu ialah Al-Quran dan assunnah. Jelas sumbernya yaitu dari Allah SWT dan Muhammad Rasulullah saw. Sedangkan manhaj amali adalah ijma’ (kesepakatan para ulama) dan ijtihad (pemikiran seorang ulama). Yang melakukan ijma’ dan ijtihad tentu ialah banyak ulama dan sudah teruji kompetensinya serta memang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad. Sehingga karena pemahaman dan pengertian yang berbeda-beda maka terjadi pula pendapat yang berbeda-beda terhadap suatu perkara. Misalnya saja adanya empat madzhab dari keempat imam besar islam yang berbeda-beda. Perbedaan ini sah-sah saja asalkan masih tetap berlandaskan dengan manhaj asasi tadi. Sehingga haram hukumnya mengkafirkan seorang muslim, atau menuduhnya sebagai orang yang beraqidah sesat, atau tuduhan-tuduhan yang bersifat mengklaim bahwa ia bukan bagian dari islam sedangkan ia jelas-jelas mengamalkan ajaran sesuai dengan Al-Quran dan assunnah.
Problematika inilah yang sedang terjadi dikalangan umat. Tak hanya ancaman yang datang dari eksteren islam, namun dari interennya sendiri juga sedang panas dingin. Gaya hidup hedonisme telah menghipnotis umat terutama generasi muda hingga lupa untuk menolong saudara-saudaranya di Palestina, atau Afgahanistan, atau di banyak belahan bumi lainnya bahkan di dekat lingkungannya sendiri. Bukan hanya sekedar lupa untuk menolong, bahkan untuk mendoakanpun sudah tak tergerak lagi. Hedonisme juga membuat umat ini tak lagi menghormati para ulamanya. Lihat saja bagaimana hedonisme yang ditimbulkan melalui kebiasaan merokok telah membuat umat melawan para ulamanya sendiri ketika mereka memfatwakan rokok haram dan menghimbau umat islam untuk meninggalkan rokok. Bayangkan! ulama sendiri didemo! Astaghfirullahaladziim…
Ada apa dengan umat ini? Padahal Rasulullah saw. bersabda :
Pada hari kiamat ada tiga golongan manusia yang dapat memberi syafa'at yaitu para nabi, para ulama dan para syuhada. (HR. Ahmad)
Rasul sendiri menghormati ulama, bahkan mengatakan bahwa mereka dapat memberikan syafa’at. Lalu mengapa umat islam saat ini begitu memandang rendah para ulama mereka hanya karena apa yang mereka ingatkan tidak sesuai dengan kebiasaan umat saat ini. Padahal apa yang mereka katakan itu tentu berdasarkan pertimbangan dan sesuai dengan Quran dan sunnah.
Sama seperti kasus menuduh dan mencaci orang-orang yang bejalan sesuai Quran dan sunnah malah dituduh sesat, teroris, kuno, dan segala macamnya, maka Rasulullah saw. bersabda :
“Apakah kalian mengetahui siapa yang bangkrut ?”. Para sahabat menjawab : “Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki dirham dan harta benda.” Beliau shalallah ‘alaihi wasalam bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala sholat, puasa, zakat namun dia juga mencaci, menuduh, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain, serta memukulnya. Lantas diambillah pahala kebaikan-kebaikannya sebagai bayaran kepada orang yang telah dianiayanya. Apabila telah habis kebaikan-kebaikannya sedangkan kesalahan-kesalahannya belum terbayar, maka diambil dosa-dosa orang yang dianiaya tadi untuk dibebankan kepadanya untuk akhirnya dilemparkan ke dalam neraka.”(HR. Muslim).
Na’udzubillah, betapa merugikannya dampak dari kerenggangan ukhuwah yang mengakibatkan perselisihan antar sesama umat islam dan juga ketidak pedulian antara muslim satu dengan muslim yang lainnya. Seperti yang ana sampaikan diawal mengenai contoh kasus umaroh Saudi Arabia dan umaroh Mesir serta banyak Negara-negara dengan mayoritas umat islam, namun tak berbuat apa-apa ketika saudara mereka di Negara lain dalam keadaan menderita. Hanya bisa menghimbau PBB yang merupakan usaha sia-sia. Atau hanya bisa berdemo sana-sini, berkoar-koar tanpa tindakan konkrit. Ketidak pedulian ini juga sebagai bentuk kurangnya ukhuwah umat ini.
Rasulullah saw. bersabda:
Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:
Nabi saw. bersabda: Salah satu di antara kalian tidak beriman sebelum ia mencintai saudaranya (atau beliau bersabda: tetangganya) seperti mencintai diri sendiri. (Shahih Muslim No.64)
Maka mengapa kita selalu tidak peduli dengan saudara kita? Ada saudara kita yang bersusah-payah menegakkan kalimatullah di bumi ini, sementara kita melenggang seolah tiada beban. Bahkan ada pula diantara kita yang menghalang-halangi jalan dakwah mereka. Jangan sampai kita tergolong orang munafiq atau golongan yang merugi. Sadarlah wahai umat, jangan lagi kita berpecah belah. Jangan lagi kita egois. Jangan lagi kita hanya mementingkan urusan perut dan dibawah perut. Bukankah iman kita belum sempurna sampai kita mencintai saudara kita sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri?
Mari kita bergandengan tangan, menyatukan hati kita dalam ukhuwah yang dilandasi ketaatan pada Allah dan rasul. Musnahkanlah semua iri hati, dengki, dendam, hasad, dan semua penyakit hati yang datangnya dari bujukan syaithan terhadap saudara kita. Maafkanlah saudara kita jika memang mereka punya salah. Atau minta maaflah kita pada saudara kita jika kita punya salah. Bantulah semua saudara kita yang membutuhkan uluran tangan kita. Bersama-sama kita tegakkan islam ini. Hancurkan benteng tirani dan kalahkan dominasi kaum kafir !!!
BERSATULAH WAHAI UMAT ! SALING BERKASIH SAYANGLAH ! JANGAN SALING BERTENGKAR DAN BERSELISIH! ALLAHUAKBAR !!!
oleh : Mahib ats-Tsaqib al-Qeis (Irvan Riviandana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Komentar