Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillahilladzi arsala rasulahu bil huda wa diinil haq, liyudzhirahu ‘aladdiini kulli wa kaffabillahi syahida. Asyhadu allaa ilaaha ilallah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu. Allahumma shalli wa sallim ‘alaa muhammadin wa mantabi’ahu bi ihsanin ilaa yaumiddiin.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an :
“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak berapa jauh, pastilah mereka mengikutimu. Tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka, mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah, “Jika kami sanggup tentulah kami berangkat bersama-samamu.” Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.” (QS. At-Taubah : 42)
Inilah gambaran pikulan dakwah yang diberikan oleh Allah SWT. Allah telah memberi tahu kepada hamba-Nya bahwa tidaklah mudah mengajak orang berbuat ma’ruf dan mencegah orang berbuat munkar. Namun bagaimanapun dakwah adalah kewajiban kita selaku muslim. Perintah wajibnya berdakwah ini jelas dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl : 125)
Lafal ‘serulah’ dalam bahasa arab ialah اُدْعُ yang mana ia adalah fi’il amar (kata kerja perintah). Dan setiap kata dalam Al-Qur’an yang merupakan fi’il amar maka ia artinya perintah dari Allah yang wajib untuk kita taati. Maka itu, perintah untuk menyeru kepada jalan Tuhan (jalan Allah) alias dakwah jelas terdapat pada Al-Quran dan tentu artinya dakwah adalah wajib hukumnya bagi setiap orang yang beriman pada Allah dan rasul. Namun banyak daripada kita tidak memahami adanya kewajiban berdakwah. Mudah-mudahan dengan tulisan ini nantinya dapat meluruskan pemikiran antum akan wajibnya dakwah, dan memberi gambaran kepada antum mengenai medan yang akan kita lalui ketika kita berkomitmen di dunia dakwah.
Kita tak akan membahas panjang lebar mengenai defenisi dakwah dan hukum berdakwah dalam tulisan ini. Yang menjadi fokus kita kali ini adalah menyorot perilaku mad’u (objek dakwah) yang kemudian justru menganggap para du’at (orang yang berdakwah) sebagai orang yang patut dimusuhi karena keteguhan mereka dalam berpegang pada hukum-hukum Allah. Memang fenomena ini telah terjadi sejak zaman Qabil dan Habil. Bagaimana Qabil menganggap Habil adalah orang yang harus ia musnahkan karena ketaatan Habil kepada Allah sehingga nasib Habil lebih beruntung. Akhirnya pembunuhan pertama di dunia pun terjadi dimana Qabil membunuh Habil karena rasa dengki serta demi memuaskan hawa nafsunya dan banyak anak cucu mereka yang hidup di masa sekarang ini tak mengambil ibrah dari kisah kakek moyang ini.
Padahal Allah memerintahkan untuk menceritakan kisah ini agar supaya kita dapat mengambil hikmah sehingga kita tak mengulangi kesalahan pendahulu kita ini di kemudian hari, sebagaimana Allah berfirman :
“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Kabil) menurut yang sebenarnya…” (QS. Al-Maaidah : 27)
Kedengkian Qabil pada Habil, tak ubahnya sebagaimana kemarahan aneh yang dialami sebagian kaum muslim yang melakukan suatu kemaksiatan apabila kemudian ia diberi peringatan oleh sebagian muslim lain yang bertakwa kepada Allah. Dalam judul, dikatakan ketika da’i dianggap oposisi. Sebagaimana kita mengetahui bahwa yang namanya oposisi adalah pihak seberang dari penguasa. Sehingga saya menggunakan kata ini untuk menggambarkan posisi para pendakwah yang seringkali terjepit karena justru para penguasa sendiri yang menekan mereka.
Banyak dari penguasa kita saat ini (tak hanya ditingkatan pemerintahan, namun hingga tingkatan kecil seperti pemimpin di suatu kelompok atau lembaga) sangat jauh dari Qur’an dan sunnah. Hal ini mengakibatkan datangnya bala dari Allah SWT terhadap bangsa ini. Lihatlah kondisi Negara kita sekarang. Bentrok disana-sini, perampokan merajalela, kasus terorisme yang juga memfitnah Islam terus bergejolak, belum lagi bencana yang kian datang silih berganti. Berbagai pakar-pun berlomba-lomba mengungkapkan teori-teori mereka tentang penyebab kekacauan ini di media massa seraya menggunakan berbagai istilah-istilah keilmuannya yang seringkali berakibat masyarakat awam-pun menjadi tak mengerti dengan apa yang dibicarakan. Masyarakat berpikir daripada pusing ngurusin urusan orang, lebih baik memikirkan bagaimana cara mendapatkan sesuap nasi untuk anak istri di esok hari.
Padahal hanya ada satu kata untuk mendeskripsikan penyebab dari kekacauan yang terjadi pada bangsa ini. Ya, karena kita sudah jauh dari Allah dan tak lagi meneladani rasul ! Hanya itu ! Seringkali kita menyepelekan hukum Allah hanya karena alasan ke-bhineka-an. Padahal siapakah yang lebih pantas kita patuhi? Allah, atau si garuda yang terpampang di setiap dinding kelas sekolah-sekolah itu? Pancasila memang dasar Negara kita, tapi Qur’an dan sunnah landasan aqidah kita. Tentu kita menempatkan aqidah pada posisi tertinggi, baru kemudian muamalah. Namun mengapa sekarang menjadi berbalik. Aqidah kita sendiri kita injak-injak guna menjunjung muamalah versi kafir yang telah mendarah daging di tubuh kebanyakan muslim saat ini.
Melihat kondisi ini, saya jadi teringat bahwa Allah SWT berfirman :
“Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang lalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfaal : 25)
Pada saat seperti inilah peranan du’at harus benar-benar berpengaruh mengajak kembali masyarakat mendekat pada Allah dan Rasul. Namun seolah para penerus risalah ini-pun kesulitan melawan tirani kebatilan karena para umaroh (pemimpin) yang tak selaras. Justru para umaroh sendiri yang mematikan langkah du’at. Bagaimana tidak? Orang yang sedang asyik menikmati khalwat dengan Allah dalam khusyuknya shalat maghrib, tahu-tahu ditembak ditempat entah karena apa. Ada pula ulama’ yang memang benar-benar berdakwah dan menegakkan kalimatullah, kemudian penjaralah tempatnya. Ada lagi tempat tersuci di muka bumi (masjid) dianggap menjadi biang tempat tumbuhnya para teroris yang mengancam keamanan bangsa hingga perlu diawasi pak 'mitra masyarakat' kata per kata yang diucapkan di masjid. Siapa yang jadi teroris sekarang ini?
Wahai penuntut ilmu, bersabarlah atas fitnah yang sedang menimpa diin kita ini, dan janganlah kita termakan dengan hembusan isu yang berasal dari mereka yang ingin menghancurkan ukhuwah dan keimanan kita. Firman Allah SWT :
“(Ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata: ‘Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya’. (Allah berfirman): ‘Barang siapa yang tawakal kepada Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana’.” (QS. Al-Anfaal : 49)
Agama kita ini agama mulia dan tak pernah sefaham sama sekali dengan aksi terorisme yang terjadi. Sungguh agama kita telah dicemari, maka murnikanlah ia kembali dengan dakwah. Dakwahkanlah rahmat bagi sekalian alam ini sehingga seluruh makhluk merasakan ketentramannya.
Memang akan terasa berat, karena seolah mad’u lebih mendengarkan mereka yang berada disisi ‘barat’, termasuk umaroh bangsa ini. Namun bukankah Rasul saw. telah menyontohkan dan hasilnya bisa kita lihat yakni Islam tetap ada hingga kitapun bisa mengecap nikmatnya Islam. Memang akan terasa berat, di Negara mayoritas Islam ini bukan menjadi tempat tumbuh besarnya cikal bakal kejayaan Islam, malah menjadi sarang maksiat dimana mulai dari pemimpin hingga masyarakat yang tinggal di kolong jembatan banyak yang meninggalkan Allah. Coba cari apa kinerja nyata para wakil rakyat untuk menegakkan kalimatullah? Tak ada! Meskipun dalam bahasa pancasila sekalipun, tak pernah ada. Justru orang-orang yang berpegang pada tali agama Allah ini dan mencengkramnya dengan gigi geraham akan menjadi bahan ejekan di Negara ini. Lihat saja bagaimana para ulama’ Negara ini dilecehkan. Dilecehkan dengan diingkarinya fatwa-fatwa mereka. Padahal mereka bukan golongan orang-orang yang fasik, bukan munafik, bukan pula musyrik, namun fatwa mereka hanya menjadi bahan bagi wartawan untuk menulis berita dengan judul ‘pro kontra fatwa majlis ulama daerah fulan’. Apakah seperti itu wajah dakwah di Negara ini?
Namun janganlah takut hai para du’at. Karena Allah bersama kita. Allah SWT berfirman :
“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.” (QS. Al-Anfaal : 30)
“Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. At-Taubah : 51)
Janganlah ragu dengan kebenaran dari Allah yang engkau dakwahkan :
“Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah : 147)
Dan bersabarlah menghadapi kebatilan ini :
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakal.” (QS. An-Nahl : 41-42)
Ya Allah, kuatkahlah para du’at. Berikan mereka ke-istiqomah-an dalam menjalankan perintah dakwah-Mu, dan berikan mereka kekuatan untuk tetap bertahan menghadapi cobaan dari-Mu. Berikan mereka kecemerlangan dalam berfikir sehingga mampu menghasilkan strategi-strategi dahsyat guna membuat dakwah mereka berhasil. Ya Allah, Engkau yang Maha Tahu akan siapa-siapa yang mendapat petunjuk dan siapa-siapa yang sesat, maka jadikanlah seluruh rakyat bangsa ini adalah golongan orang-orang yang mendapat petunjuk, dan berkahilah bangsa kami ini ya Allah. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Subhanakallahumma wabihamdika, asyhadu alla ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
~M.T.Q~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silakan Komentar