Mohon Maaf Kepada Seluruh Pembaca, Karena Kesibukan Admin Blog Ini Jadi Jarang Update. Insyaallah Kedepannya Akan Lebih Sering Update Demi Kelangsungan Dakwah.
________________

Senin, 15 November 2010

Secarik Entri : Satu Dari Alasanku Menulis

Sepanjang umurku hidup di dunia, masih sedikit hal yang baru kulihat. Pengalamanku mungkin memang masih kalah dibandingkan banyak orang. Wajahku memang terlihat tua, namun ketika orang-orang mengetahui umurku yang sebenarnya mereka akan berkomentar, "Ah, masih kecil."

Kuterima itu, dan kuterima kenyataan bahwa aku memang masih harus banyak belajar. Ya, karena menurutku belajar itu harus terus kita lakukan hingga saatnya nanti kita 'ditanam'. Bahkan seorang penemu ulung, ilmuwan, presiden, atau siapapun yang dipandang sebagai orang cerdas dan berpengalaman-pun masih butuh banyak belajar.
Namun setidaknya, dari 'kebodohan' yang masih menghinggapi diriku ini, aku selalu mencoba menyimpulkan setiap 'kepintaran' yang menyambangiku. Setidaknya aku selalu memberi pandangan atas apa yang aku alami. Pandanganku sebagai insan beriman, menisbahkannya pada Tuhanku, lalu memetik hikmah dari kejadian itu. Itulah belajar yang sebenarnya (menurutku).

Aku selalu mencoba menuliskan setiap kejadian yang terasa menghentak batinku, yang terasa memberi pelajaran berarti bagiku. Menurutku, metode itu terasa berdampak terhadap pemahamanku dalam merenungi kejadian itu. Dengan menuliskannya, kemudian memberi pandangan terhadapnya, selain aku bisa lebih mudah memahami kejadian tersebut (karena ia menjadi lebih nyata, terekam dalam tulisan, bukan abstrak dalam pikiran yang kemudian dilahap lupa), aku juga bisa berbagi hikmah itu dengan orang-orang disekitarku. Berangkat dari metode itulah aku mulai menyukai aktifitas menulis.

Contoh dari kebiasaanku yang baru saja engkau baca diatas adalah tulisan ini. Bayangkan, nggak penting banget kan sebetulnya membaca tulisan bernada curhat seperti ini? Siapa saya? Sampai pengalaman saya menjadi penting untuk dibaca. Lebih baik membaca pengalaman hidup Condolezze Rice, sang wanita kulit hitam pertama yang menduduki posisi menjadi menlu AS; atau jika anda pecinta konflik Israel-Palestina, anda bisa membaca biografi tokoh fenomenal Yasseer Arafat; atau jika anda sedikit religius, bisa membaca kisah hidup Sayyid Quthb, atau Paus Yohanes Paulus II. Rasanya kisah mereka lebih berarti untuk dibaca ketimbang tulisan orang yang sama sekali tidak berprestasi ini.

Jangankan menjadi bagian dari sejarah, rasanya untuk mengubah lingkungan radius 500 meter disekitarku menjadi seperti apa yang kumau saja sekarang sulit. Apa yang bisa kuperbuat? Hanya berceloteh di dunia maya, berharap ada orang salah alamat yang kemudian membaca tulisanku. Aku tak berharap orang-orang yang membaca tulisanku akan berubah karena terprovokasi dengan huruf-huruf yang kurangkai menjadi kata dan kalimat. Dengan mereka mau membaca tulisanku dari huruf pertama hingga titik terakhir saja aku sudah teramat senang. Meskipun akhirnya mereka mengomentari dengan satu kata, "cih!"-pun karena buruknya kualitas tulisanku, kuhargai itu sebagai sebuah pujian dan kuartikan itu sebagai nasihat agar aku lebih banyak lagi belajar.

Yah, begitulah resiko menjadi orang yang miskin ilmu. Namun setidaknya aku tidak seperti orang-orang yang kaya ilmu, lalu memandang dirinya sendiri yang paling benar. Aku teramat heran dengan fenomena kesombongan. Ketika ia telah kaya ilmu, lalu memandang orang-orang yang berbeda pandangan dengannya sebagai musuh yang harus dilumat. Prinsip hidupnya adalah pokoknya ilmu yang dia miliki saja yang harus diaplikasikan oleh seluruh dunia, selain itu semua salah. Waduh-waduh, kalau melihat fenomena itu, rasanya aku jadi merasa beruntung. Aku merasa lebih baik memiliki sedikit ilmu, kukuasai, lalu kubagi, dan aku masih menghargai perbedaan sebagai bahan pembelajaran dan pengetahuan bagiku (karena aku merasa bahwa aku adalah seorang miskin ilmu).

Begitulah, hal itu masih sering kulakukan, toleransi itu, kecuali untuk perkara prinsip seperti keyakinan yang telah pasti tuntunannya. Untuk perkara seperti itu, sorry aja bro...

Itulah pengalaman hidupku yang sedikit yang senantiasa memberiku pandangan-pandangan, tentang kondisi manusia yang saat ini kian kacau. Tapi, sebodoh-bodohnya aku, aku tetap masih punya impian. Aku punya impian bahwa suatu saat aku bisa turut memberi sumbangsih dalam perbaikan kondisi umat manusia. Aku tak berharap namaku ditulis dalam lembaran sejarah karena aku berharap aku bisa membuat sejarah meskipun kemudian aku dilupakan sejarah.


diposting dalam secarik entri
15 November 2010 M/9 Dzulhijjah 1431 H
di Semarang, Indonesia


~M.T.Q~

2 komentar:

  1. Nah, Irvan punya blog ya..
    Nggak bilang-bilang..
    Kalo gitu bisa belajar nih sama kamu..

    BalasHapus
  2. wah baru tau po???
    kmu yg ketinggalan.. wkwkwk
    belajar opo je?

    BalasHapus

Silakan Komentar