Mohon Maaf Kepada Seluruh Pembaca, Karena Kesibukan Admin Blog Ini Jadi Jarang Update. Insyaallah Kedepannya Akan Lebih Sering Update Demi Kelangsungan Dakwah.
________________

Minggu, 13 Februari 2011

Curhat Ikhwan : Jagakan Keikhlasan Hati Ini Ya Allah...



"Ya Allah... Beratnya jadi ikhwan ni...", pikir hatiku. Ya, kurasa wajar ku bergumam demikian, karena memang itu yang kurasakan. Logikanya saja, mulai dari hal kecil hingga hal besar ikhwan mempunyai tanggung jawab yang lebih daripada kaum hawa. Otomatis ketika ada apapun terjadi, tentu resiko yang harus ditanggung seorang ikhwan jauh lebih besar daripada kaum hawa. Termasuk dalam perkara dakwah.

Namun ketika kubuka surat cinta dari Allah, yaitu al-Qur'anul kariim, terbaca olehku sebuah ayat yang berbunyi 'ar-rijal qawwamuna 'alan-nisa' alias laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan. Aku sadar ternyata memang demikianlah Allah mengatur bahwa tanggung jawabku sebagai ikhwan memang harus lebih besar dan lebih berat dari saudara-saudaraku para akhwat, karena memang aku adalah pemimpin bagi mereka.

Namun yang menjadi pemikiranku hingga akupun bergumam betapa sulitnya jadi ikhwan bukanlah karena tanggung jawab atau amanahku yang porsinya lebih daripada yang akhwat itu. Perkara itu okelah aku bisa terima. Memang sudah kodratku dan akupun tak mau menjadi ikhwan dho'if yang lebih cemen daripada para akhwat. Aku tau aku bisa mengemban porsi lebih itu karena Allah memang mengaturnya demikian. Dan lagi aku juga tak tega jika harus melihat akhwat bersusah payah mengerjakan tugas yang seharusnya itu dikerjakan oleh ikhwan.

'Tak tega', nah ini dia kata kunci yang kugaris bawahi. Tak tega ini seringkali mengganggu hatiku, lebih-lebih dalam hal ini adalah tak tega kepada akhwat yang berujung pada perasaan aneh. Ini adalah permasalahn yang selalu saja membuatku pusing bukan kepalang. Disatu sisi inginnya hati, disatu sisi inginnya yang dibawah hati. Nastaghfirullah...


Aku masih terhitung muda (anggap saja begitu), dan melewati masa ini sebagai seorang ikhwan yang istiqomah tak lah mudah. Aku siap berkorban apapun untuk jalan dakwah ini. Aku siap mempelajari berbagai ilmu tafsir, takhrij hadits, ilmu sains, dan banyak ilmu Allah lainnya. Bahkan aku juga siap berjuang sampai mati di jalan ini. Ya, aku siap syahid karena Allah. Semua musuh-musuh agama ini, semua musuh-musuh dakwah ini, aku tiada gentar sedikitpun kepada mereka. Semua mereka bisa kulibas, kutebas, kupangkas, hingga mereka lari tak berbekas. Aku berani dan siap membela diin ini sampai titik darah penghabisan. Demikianlah tekadku. Ya karena aku seorang ikhwan...

Sayangnya, sedemikian beraninya aku menghadapi itu semua, masih ada yang bisa membuatku tak tega. Yakni kembali ke pembahasan tadi. Masalah akhwat...

Ya Allah...
Padahal aku begitu berani. Bahkan aku siap menjadi pelempar-pelempar sepatu selanjutnya ke wajah bush. Namun mengapa kepada makhluk yang satu ini aku begitu takut...?

Takut bukan karena wajahnya seram atau akhlaqnya kejam, sama sekali bukan... Bahkan mereka adalah makhluk terindah yang pernah Engkau ciptakan. Tapi aku justru menjadi semakin takut karena munculnya perasaan padanya ini bisa memalingkanku dari-Mu ya Allah...

Ya, sulit sekali menjaga perasaan ini. Ia sangat mudah terombang-ambing dan dibawa-bawa oleh syetan.

Suatu hari pada suatu aktifitas dakwah di suatu masjid, aku bertemu seorang akhwat yang subhanallah... Sulit diungkapkan dengan kata-kata. Wajahnya tak begitu rupawan, namun manis. Tutur katanya santun, dan akhlaqnya luar biasa baik. Ibadahnya bagus, hijabnya terjaga. Pokoknya bidadari syurga. Membuat setiap mata ikhwan muda yang memandangnya jadi klepek-klepek.

Kumulai berta'aruf (berkenalan) dengannya. Karena seringnya aktifitas dakwah disana membuat kami semakin sering bertemu, sehingga proses ta'aruf pun lancar tanpa kendala. Semakin bertemu, semakin kukagum padanya. Tak habis-habis indah di wajahnya. Ya Allah, sungguh Engkau Maha Sempurna menciptakan makhluk sesempurna dia.

Aku mulai mencoba mengenalnya lebih jauh. Walhasil nomor handphone nya pun kudapatkan. Malamnya aku panas dingin karena konflik hati yang mengatakan, "SMS nggak ya? SMS nggak ya?". Begitu terus sampai ribuan kali mungkin. Akhirnya kuputuskan untuk SMS dia.

Obrolan via SMS pun mulai kami jalani. Malam itu pertama kalinya aku meng-SMS dia dan ngobrol via SMS. Malam kedua konflik hati ini tak sehebat malam pertama. Jempolku mulai ringan saja mengetikkan kata demi kata lalu kukirimkan padanya. Lagi, kami ngobrol via SMS walaupun seharian tadi juga sudah bertemu di masjid. Malam ketiga, dan demikian seterusnya obrolan via SMS menjadi alternatif bagi kami untuk saling memahami.

Senangnya hati ini setiap kali SMS-an dengannya. Namun ada yang mulai aneh pada diriku. Setiap kali HP-ku berbunyi tanda SMS, aku jadi selalu segera melihatnya dengan terburu-buru sambil berharap itu SMS darinya. Namun ketika kudapati itu SMS dari seorang yang lain apalagi jika pengirim SMS itu adalah ikhwan, ada rasa kecewa dihatiku.

Jika SMS itu darinya, dengan segera ku membalasnya. Namun jika SMS itu dari yang lain apalagi dari ikhwan, kutunda-tunda untuk membalasnya, hingga bahkan seringkali aku sampai lupa untuk membalasnya.

Demikian romansa SMS antara kami terus berlangsung. Hingga pada suatu malam ia mengirim SMS padaku dengan emoticon sedih dan nangis. Kutanyakan, "Ada apa ukhti?", tapi ia tak membalas. Timbul rasa penasaran plus khawatir di hatiku. Penasaran sih wajar, tapi kenapa harus ada rasa khawatir dan cemas sampai sebegitunya ya? Ah! Aku galau...

Kembali konflik batin ini. Sama seperti yang kurasakan ketika pertama kali aku mau memulai SMS-an. Tapi kali ini pertanyaannya, "Telpon nggak ya? Telpon nggak ya?", dan akhirnya dengan dalih kepentingan dakwah dalam bentuk menjaga ukhuwah aku menipu diri sendiri dengan memutuskan untuk meneleponnya malam itu juga.

Tak kusangka begitu kuucap salam yang kudengar adalah suara isak tangis. Ia pun langsung bercerita padaku tentang masalahnya dan curhat padaku. Ya, obrolan kami pada telepon perdana itu memang hanya sebatas permasalahannya. Namun karena awal yang demikian itu, malam-malam selanjutnya aku mulai berani meneleponnya. Entah kenapa begitu tenang rasa hatiku ketika kudengar suaranya. Semakin sering, dua kali seminggu, tiga kali seminggu... Ya, hubungan kami mulai berkembang selain SMS-an, sekarang menjadi telepon-teleponan.

Lagi-lagi ada yang tak wajar. Sekarang aku mulai merasa tak puas jika hanya sekedar SMS jika tak bisa bertemu langsung. Aku rela menghabiskan uang untuk pulsa demi agar bisa meneleponnya. Padahal seringkali urusannya bukan urusan yang syar'i. Ya Allah...

Suatu ketika, saat kupulang dari masjid, kulihat ia sedang berjalan dipinggir menuju ke arah halte bis kota. Berhubung aku naik sepeda motor, kuhampiri ia. "Mau kemana ukh?", tanyaku. "Mau ke halte, pulang.", jawabnya. "Loh? Ukhti pulang naik bis ya?", tanyaku lagi. "Iya, kan memang selama ini seperti itu akh.", jawabnya dengan senyumannya yang meneduhkan. Mendengar jawabannya sontak naluriku sebagai seorang ikhwan yang ingin melindungi akhwat pun dengan sendirinya muncul. "Mari ukh, ana antarkan. Rumah ukhti dimana?", tawarku. Iapun sempat menolak dengan alasan jauh dan segala macamnya, namun karena terus kupaksa akhirnya ia tak enak juga untuk menolak.

Kuantarlah ia. Subhanallah hatiku girangnya bukan main. Malah ketika macet aku justru senang karena bisa semakin lama berdua dengannya diatas motor. "Allah memang perhatian pada hamba-Nya.", gumamku dalam hati. Sungguh senang aku saat itu. Entah darimana asalnya. Bahkan ketika aku menge-rem karena ada lubang, lalu bahunya terdorong hingga terkena punggungku, ada desiran luar biasa menjalar hingga ke hatiku. Tak pernah kurasa demikian. Biasanya kalau kuantar ibu guruku, atau bahkan adikku yang perempuan kalau hal seperti tadi terjadi tidak pernah ada respon desiran di hatiku. Tapi entah kenapa (lagi) ketika hal tadi terjadi dengannya, serrrrr~ rasanya tubuhku bergetar kegirangan.

Sesampainya dirumahnya, diapun turun dan mengucap terima kasih. Akupun bilang, "Sama-sama ukhti, lain kali anti pulang sama ana saja, toh kita searah, daripada anti naik bis, panas dan nggak nyaman. Ok?", tawarku dengan harapan agar aku bisa terus mengantarnya dan menghabiskan waktu lebih panjang dengan berdua diatas motor, dan agar aku terkesan berjasa untuknya (Na'udzubillah). Setelah itu aku kembali pulang sambil mencoba menghapal jalan kerumahnya itu. Siapa tahu kapan-kapan ada kesempatan main kerumahnya pikirku dalam hati.

Hari-hari berikutnya akupun mulai sering mengantarnya pulang. Bahkan hampir setiap hari. Jika agendaku selesai duluan sementara ia masih ada agenda, aku rela menunggunya demi aku bisa mengantarnya pulang. Rasanya aku tak mau pulang jika tak bersama dengannya agar bisa kuantar dia pulang. Bahkan aku rela mengulur-ulur waktu agar kubisa pulang dengannya.

Tiga hal diatas lah yang menyerang akhlaq dan keikhlasan hatiku.

Padahal yang kuperbuat di masjid itu adalah DAKWAH. Ya, DAKWAH, bukan perkara yang lain. Dan niat awalku berdakwah adalah KARENA ALLAH. Namun kini setelah berjumpa dengannya, niat itu perlahan melenceng.

Aku tak tahu apa yang ia pikirkan, tapi yang jelas aku kini mulai terus memikirkannya.

Tapi setiap aku memikirkannya, aku menjadi takut.
APAKAH NIAT DAKWAHKU SUDAH MELENCENG DAN TERKOTORI DENGAN HAWA NAFSU SEPERTI INI?

Bagaimana aku mau menghadapi musuh-musuh dakwah jika menghadapi musuh dalam diri sendiri yakni hawa nafsu saja aku tak kuasa?

Ya Allah...
Inilah ketakutanku...
Janganlah sampai niat ini melenceng...
Aku berjuang di dakwah ini karena-Mu, bukan karena Fulanah itu...

Bantu aku mengendalikan diri dan mengembalikan keikhlasanku seperti dulu ya Allah...
Jauhkanku dari perkara mungkar...
Jadikan kumampu menjaga hijab dan menjadi ikhwan sejati...

Bantu ku memantaskan diri menjadi ikhwan yang benar-benar sholeh, agar kupantas mendapatkan jodoh yang sholehah yang Engkau kirimkan untukku...
Karena kuyakin pria baik untuk wanita baik seperti yang Engkau janjikan dalam Qur'an surah An-Nur ayat 26...

Kutahu ini salah ya Allah...
Maka bantulah ku memperbaikinya dan tidak mengulanginya...

Kucinta pada-Mu ya Allah...
Dan jadikanlah kecintaanku pada makhluk adalah karena kecintaanku pada-Mu...
Jangan sampai kecintaanku pada makhluk membuat ku lalai dan jadi melanggar perintah-Mu...
Ampuni aku ya Allah...

:')



~M.T.Q~

1 komentar:

  1. Assalamu'alaykum, sya ijin save gmbar orang peci dan kcamta hitam. Mhon d prkenankan

    BalasHapus

Silakan Komentar